Pengamat Politik Citra Institute dan Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang (UNPAM) Serang, Efriza mengatakan, harus diakui Pilkada Jakarta 2024 ini serasa aroma pertarungan panas selayaknya Pilpres Jilid 2. Anies ditenggarai selalu diperhitungkan oleh partai-partai politik dari pasangan kubu 01 dan kubu 03 di Pilpres 2024 lalu. Sedangkan lawannya adalah partai-partai politik pendukung pemerintahan terpilih kubu 02 dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).
WAHANAMEDIA.COM –Di DKI Jakarta, terus didengungkan siapa yang akan meneruskan kepemerintahan setelah Anies Baswedan yang cukup ramai menghiasi media pemberitaan.
Dinamika politik yang terus berkembang, skenario Ridwan Kamil menjadi calon tunggal melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta 2024 semakin mendekati kenyataan.
Selain Anies Baswedan, muncul juga nama Dharma Pongrekun, Ridwan Kamil, Sudirman Said, Noer Fajriensyah, dan Poempida Hidayatulloh dari jalur independent, tentu yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang menjadi figure pas untuk memimpin Kota DKI Jakarta periode 2024-2029?
Rencana pembentukan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) yang mengusung Ridwan Kamil sebagai calon gubernur Jakarta menimbulkan spekulasi bahwa potensi ini bisa menjadi kenyataan jika partai-partai di luar Koalisi Indonesia Maju tergiur untuk bergabung.
Ridwan Kamil, yang merupakan salah satu tokoh populer di Indonesia, telah mendapatkan dukungan dari partai-partai besar seperti Partai Gerindra, Golkar, dan PAN yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
Peluang Ridwan Kamil sebagai Calon Tunggal
Pengamat Politik Citra Institute dan Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang (UNPAM) Serang, Efriza mengatakan, harus diakui Pilkada Jakarta 2024 ini serasa aroma pertarungan panas selayaknya Pilpres Jilid 2. Anies ditenggarai selalu diperhitungkan oleh partai-partai politik dari pasangan kubu 01 dan kubu 03 di Pilpres 2024 lalu. Sedangkan lawannya adalah partai-partai politik pendukung pemerintahan terpilih kubu 02 dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).
“Upaya menggoda dengan tujuan menggembosi kekuatan partai-partai politik kubu 01 dan 03 jelas nyata. Apalagi pengusungan pasangan calon di Pilkada diajukan pada bulan Agustus, sebelum pelantikan calon presiden dan wakil presiden terpilih yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sekitar dua bulan setelahnya,” terang Efriza dalam keterangan tertulisnya kepada Wahana Media, Jumat (16/8/2024).
Efriza menuturkan, Prabowo dan Gerindra punya amunisi untuk menggoda dan menawarkan beberapa partai politik untuk bergabung di pemerintahan. PKS tentu saja memikirkan tawaran menggiurkan bergabung di pemerintahan dan jug aiming-iming sebagai cawagub sedangkan cagub dari KIM.
“Ketika Golkar menyatakan memajukan Ridwan Kamil sebagai cagub di Pilkada Jakarta, maka Gerindra dan partai-partai politik KIM berupaya memuluskan kemenangan untuk Ridwan Kamil. Langkah upaya yang bisa dilakukannya adalah mengajak ketiga partai politik PKB, PKS, dan Nasdem bergabung di pemerintahan. Sehingga Anies dan PDIP yang akan ditinggalkan dalam arena pertarungan Pilkada Jakarta 2024 ini. Isu calon tunggal pun menguat,” imbuhnya.
Lebih lanjut Efriza mengulas, Tentunya KIM khawatir jika memaksa calon tunggal. Ternyata, malah kejengkelan masyarakat yang membalikan keadaan dengan Ridwan Kamil sebagai calon tunggal, meski sebagus apapun kinerja dan kepemimpinan Ridwan Kamil ketika sebagai Gubernur Jawa Barat memungkinkan ia dikalahkan oleh kotak kosong sebagai bentuk kejengkelan masyarakat kepada KIM yang mendesai calon tunggal.
Kondisi ini, imbuhnya lagi, yang diyakini menguatkan persepsi pasangan calon independen DKI Jakarta akan “diusahakan lolos,” agar tidak terjadi Pilkada DKI Jakarta calon tunggal, Padahal Dharma Pangekun dan Kun Wardana Abyoto yang sedang diproses verifikasi faktual kedua mengalami kekurangan dukungan sebesar 435.925 dari syarat pencalonan independen sebanyak 618.968, situasi ini masih menunggu 19 Agustus mendatang.
“Jika secara logika amat sulit memenuhi kekurangan yang begitu besar, sedangkan elektabilitas calon independen itu sama sekali tidak terdengar. Tetapi dalam politik, apapun yang tidak mungkin bisa mungkin, tak ada kata hal mustahil di dalam politik.”, pungkasnya(BJP)