Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
WAHANAMEDIA.COM –Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.
Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
Penduduk asli Kabupaten Wajo adalah Suku Bugis yang beragama beragama Islam.Nenek moyang mereka dari dulu memang menganut ajaran agama Islam.Sehingga kependudukan Suku Bugis lebih banyak menganut agama Islam.
Berikutnya adalah rumah adat dari Suku Bugis, yaitu Saoraja. Rumah adat Suku Bugis lebih banyak mendapat pengaruh Islam. Anda bisa melihatnya dari arah rumah yang selalu menghadap kiblat. Dalam proses pembangunannya pun rumah Bugis tidak memakai paku, melainkan dengan kayu atau besi.
Kini, orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau.
Orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Orang-orang Bugis banyak yang pergi merantau ke mancanegara karena mereka memiliki jiwa perantau.
Mitologi asal usul raja-raja penguasa dunia (menurut sure galigo) yang menceritakan bertemunya keturunan dari langit dan bawah yang bertemu di kerajaan Luwu. Salah seorang putra raja dari Luwu sangat popular ialah Sawerigading Opunna Ware yang kelak kawin dengan putri raja cina (Pammana dari Wajo).
Inilah yang merupakan sejarah tertua di daerah Wajo di lokasi kerajaan tersebut ialah Allang Kanangnge Kecamatan Pammana.
Eksotika Tenun Pagatan
Salah satu daerah yang menjadi tujuan migrasi Suku Bugis adalah daerah Pagatan yang terletak di Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Daerah Pagatan terkenal sebagai sentra penghasil tenun di Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Bumbu terletak di daerah pesisir dengan posisi yang cukup strategis, berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Jawa dan posisinya dekat dengan wilayah pulau Sulawesi.
Hasil alam Tanah Bumbu berlimpah menjadi penarik bagi orang orang Bugis ber-diaspora ke daerah ini. Diaspora Suku Bugis ke Pagatan membawa serta berbagai tradisi dari tanah asal mereka, salah satunya adalah tradisi menenun.
Menenun bukan hanya mengolah benang menjadi kain dengan aneka warna dan motif, namun juga sarat akan nilai dan makna yang terkandung di dalamnya. Kain tenun Pagatan terkenal akan keindahan dan kelembutan warna serta motifnya yang merupakan perpaduan antara budaya Bugis dan Banjar.
Pandangan Hidup Masyarakat Bugis
Siri dan Pesse dikonsepsikan sebagai filosofi hidup masyarakat Bugis di mana pun berada. Konsep dan prinsip tersebut sudah tertanam sejak lama.
Karena dianggap sebuah ajaran leluhur mereka, sehingga perlahan konsep siri dan Pesse menjadi pandangan hidup masyarakat Bugis. Pada dasarnya tidak hanya bagi kalangan Bugis tetapi juga demikian bagi kalangan masyarakat makassar. kedua kelompok etnik tersebut menjadikan konsep siri dan pesse sebagai sebuah nilai yang harus diterapkan dalam berkehidupan bermasyarakat.
Siri sendiri diartikan sebagai rasa malu. Rasa malu dalam artian luas bahwa malu jika tidak melakukan kebaikan, malu jika tidak sukses, malu jika tidak menyelesaikan tugas dan tanggung jawab.
Nilai siri ini pula akhirnya tertanam dalam diri mereka. Sehingga menjadi sebuah motivasi untuk melakukan sesuatu dan untuk menjalankan suatu amanah. Nilai siri ini pula dapat diintegrasikan dalam prinsip lainnya misalnya dalam ketaatan dan kepatuhan baik pada tuhan sang pencipta demikian kepada sesama.
Pesse sendiri diartikan sebagai rasa ibah, rasa sakit, serta peduli. Rasa Pesse tersebut kemudian menjadi konsep assiselengsurengeng (silaturahmi dan kekeluargaan). Konsep Pesse ini terimplementasi dalam kehidupan bermasyarakat baik di kampung sendiri terlebih di tanah rantau.
Mengingat pentingnya konsep dan nilai moril tadi perlu dibudayakan dan dihidupkan kembali maka sudah waktunya ada transformasi dan penanaman nilai-nilai dari orang yang berpengaruh kepada orang yang dapat dipengaruhinya.(*)
Berbagai sumber