Dalam mitos tersebut, para bangsawan Toraja (tana’ bulaan) beranggapan bahwa mereka nenek moyang mereka adalah keturunan Puang Matua (dewa tertinggi/Tuhan) yang kemudian diangkat menjadi raja di Tondok Lepongan Bulan atau Tana Matarik Allo. Sampai saat ini kepercayaan tersebut masih hidup dan dideklamasikan dalam pernikahan antara para bangsawan (tana’ bulaan).
WAHANAMEDIA.COM –Toraja merupakan salah satu suku yang terkenal dengan budayanya dan toleransi dalam tatanan masyarakat di Indonesia. Di tengah gempuran global, masyarakat Toraja masih mampu mempertahankan keunikan adat dan budayanya secara turun temurun.
Tradisi suku Toraja terkenal dengan keunikananya. Hal ini lantas membuat Toraja menjadi salah satu tujuan wisata budaya yang tersohor hingga mancanegara.
Suku Toraja di Sulawesi selatan mendiami Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Suku Toraja memiliki sejumlah tradisi unik yang menarik untuk disaksikan.
Berbagai kelompok etnis mewarnai keragaman yang ada di Indonesia, salah satunya adalah Suku Toraja. Suku Toraja adalah penduduk asli yang berasal dari Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan yang menetap di sekitar pegunungan bagian utara.
Masyarakat Suku Toraja masih banyak tersebar di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Asal Usul Suku Toraja
Dalam buku Tongkonan Mahakarya Arsitektur Tradisional Suku Toraja (2017) oleh Weni Rahayu, dijelaskan bahwa ada beberapa versi dari asal-usul nama Toraja.
Orang Bugis-Sidenreng menyebutnya orang Toraja dengan nama ‘to riajang’ yang artinya ‘orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan’. Sementara orang Luwu pada zaman Belanda menyebut orang Toraja dengan ‘to riaja’ yang berarti ‘orang yang berdiam di sebelah barat’.
Ada pula versi lain yang menyebut bahwa orang Toraja berasal dari ‘toraya’, yang bermakna orang besar atau bangsawan.
Dari mitos yang beredar di masyarakat, Toraja adalah sebuah negeri otonom bernama ‘Tondok Lepongan Bulan’ atau ‘Tana Matarik Allo’. Para bangsawan menyebutkan Toraja berasal dari kata tau raja yang berarti orang raja atau keturunan raja.
Dalam mitos tersebut, para bangsawan Toraja (tana’ bulaan) beranggapan bahwa mereka nenek moyang mereka adalah keturunan Puang Matua (dewa tertinggi/Tuhan) yang kemudian diangkat menjadi raja di Tondok Lepongan Bulan atau Tana Matarik Allo. Sampai saat ini kepercayaan tersebut masih hidup dan dideklamasikan dalam pernikahan antara para bangsawan (tana’ bulaan).
Ciri-ciri Suku Toraja Ciri khas Suku Toraja dapat diamati dari cara hidup serta hasil budaya yang masih dapat diamati hingga saat ini.
Salah satunya adalah kepercayaan desa-desa kecil otonom yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme yang dianut sebelum abad ke-20, yang dinamakan Aluk Todolo.
Meski kini mayoritas masyarakatnya sudah memeluk agama Kristen, namun ajaran Aluk Todolo masih tetap dijalankan.
Selain itu, masyarakat Suku Toraja juga memiliki baju adat yaitu Baju Pokko yang digunakan untuk kaum wanita. Sementara bagi pria akan mengenakan pakaian Seppa Tallung yang akan dipakai bersama dengan sejumlah aksesoris, seperti Kandure, Ganyang, dan Lipa’.
Saat memakai baju Seppa Tallung, biasanya orang tersebut juga akan memakai penutup kepala yang disebut Passapu. Selain itu, masyarakat Suku Toraja memiliki rumah adat yaitu Tongkonan yang berbentuk panggung. Rumah Tongkonan terbuat dari kayu dengan atap lengkung seperti perahu dan berhias tanduk kerbau.
Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Suku Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Masyarakat Suku Toraja juga dikenal dengan situs pemakaman kuno yang terletak di tebing batu yaitu Tampang Allo, Lemo, Suaya, Sirope, Landan, da Londa. Di tempat tersebut, peti-peti mati berukir diletakkan pada ceruk-ceruk tebing batu dan terdapat pula patung-patung kayu (Tau tau) milik para mendiang.
Berbagai sumber