Carok jelas termasuk perbuatan yang tidak dibenarkan karena merupakan sebuah upaya perampasan hak hidup. Kendati demikian, tradisi carok masih ada sampai sekarang, meski tidak sesering pada zaman dulu.
WAHANAMEDIA.COM –Masyarakat Madura cenderung menggunakan Carok dalam penyelesaian sengketa. Menurut masyarakat Madura, jalur tempuh Carok merupakan pemenuhan rasa keadilan.
Sengketa-sengketa yang diselesaikan dalam Carok antara lain berupa perselingkuhan, penghinaan dan balas dendam. Praktik Carok sendiri dilakukan melalui perkelahian antara laki-laki Madura menggunakan senjata celurit.
Dalam bahasa Madura, Carok artinya bertarung. Biasanya, Carok dilakukan dengan menggunakan senjata tajam seperti celurit. Budaya Carok masih melekat dengan masyarakat Madura. Dalam sejarahnya, Carok tak bisa dilepaskan dari ungkapan Madura ‘Obatnya Malu Adalah Mati’.
Carok adalah pertarungan yang dilakukan oleh orang Madura menggunakan celurit, untuk memulihkan harga diri yang dilecehkan.
Dalam carok, ada beragam kemungkinan hasilnya. Bisa salah satu pihak meninggal atau terluka parah, bisa pula kedua pihak ada yang meninggal atau luka parah.
Carok jelas termasuk perbuatan yang tidak dibenarkan karena merupakan sebuah upaya perampasan hak hidup. Kendati demikian, tradisi carok masih ada sampai sekarang, meski tidak sesering pada zaman dulu.
Carok pada masyarakat Madura memang sudah menjadi tradisi atau budaya yang berlangsung secara turun-temurun. Namun, pada abad ke-12 atau bahkan pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo di abad ke-18, istilah tradisi carok belum dikenal.
Carok dalam bahasa Kawi artinya perkelahian. Pada perkembangannya, carok merujuk pada pertarungan atas nama harga diri, yang dilakukan oleh orang Madura dengan senjata berupa celurit.
Setelah sekian tahun Belanda meninggalkan Indonesia, carok masih menjadi tradisi yang “dilestarikan” sebagian masyarakat Madura.(*)